If reading is HOT and writing is COOL. Therefore, read my writing is an awesome thing.

Sabtu, 28 Maret 2020

Tuan

"Halo", kataku. 

Menjawab dering telepon yang barusan kuterima. Tanpa nama. Hanya ada nomor dengan 12 angka.

"Bisa kita bicara sebentar?
Suara di ujung telepon mulai bersuara. Geming kata-kata yang terdengar di telinga mengingatkanku pada sesuatu yang sedikit samar. Tapi aku yakin seperti terhubung dengan masa lalu.

"Dengan siapa?" 
Aku bertanya dengan terpatah-patah seraya mencoba menebak siapa laki-laki ini.
Dia belum menjawab. Apa dia sedang berpikir? Atau tetiba dia lupa namanya? Mungkin dia seorang penipu? Atau karyawan bank yang akan menawarkan kartu kredit? 

Ku tarik nafas panjang. Aku tak suka hal yang tak jelas. Kuletakkan ponsel ku di atas meja, sesaat setelah kutekan tombol pengeras suara, agar aku bisa merapikan pakaian yang sejak tadi ingin ku susun ke dalam lemari. Ya, sambil menungguinya berbicara. 

"Apa kabar?" tanya dia lagi.
Aku mulai bingung. Dia bahkan tak menjawab pertanyaanku, sekarang justru melontarkan pertanyaan baru tentang keadaanku. Aneh.

"Kau bahkan tak menjawab pertanyaanku. Dengan siapa?" tanyaku lagi dengan semakin penasaran. 

"TUAN," jawabnya tanpa jeda.

Tuan? Tanyaku dalam hati. Pandanganku langsung kualihkan ke atas meja. Pakaian di tanganku jatuh berantakan. Ku basahi bibirku dengan lidah. Seketika aku merasa linglung. 

Tuan. Ku ulangi lagi kata itu di dalam hatiku. 
Tuan. Kemudian ku ulangi untuk kedua kalinya. 
Tuan. Dan ketiga kalinya.

"Tuan?" dan akhirnya aku bersuara.

"Apa kabar?" tanya dia lagi. Pertanyaan yang belum ku jawab beberapa detik yang lalu.

"Lama tidak berjumpa." jawabku. "Aku baik, selalu baik."

"Minggu depan akuuu,,,,,,," kemudian dia menjeda. "Menikah," sambungnya.

Aku terdiam. Kuangkat ponsel itu dari atas meja dan mematikan pengeras suaranya. "Minggu depan?" tanyaku. "Di mana?"

"Puncak.

"Aku akan datang."

Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Aku menoleh ke arah pintu, suamiku berdiri dengan senyuman.

"Sampai bertemu di pernikahanmu. Aku akan datang," kataku kepada tuan di ujung telepon.

Percakapan itu berhenti di sana. Naluriku, entah kenapa benar. Perasaan yang seakan mengingatkanku kepada masa lalu, ternyata benar. Tuan, laki-laki yang dulu ada di sampingku, hingga harus berpisah karena perbedaan. Sudah lama tidak bertemu. Mungkin sekitar lima atau enam tahun yang lalu.

"Minggu depan kita ke Puncak. Ada undangan pernikahan." kataku pada suamiku.

Dia mengangguk. Memelukku dengan erat seperti yang biasa dia lakukan setelah pulang kerja.

(bersambung)



PS: Cerita ini buah imajinasi yang muncul karena sebuah lagu berjudul "Wahai Tuan" dari Tiara Effendy.

0 komentar:

Posting Komentar