Banyak
yang datang, banyak juga yang pergi. Yang pergi, ada yang sudah dilupakan, tapi
ada juga yang masih dirindukan. Yang datang, ada yang memang diharapkan, ada
yang tidak diharapkan. Hidup tak hanya tentang semalam atau sekarang. Tapi juga
tentang nanti ataupun esok. Untukmu yang aku tak ingin sebutkan nama, jujur aku
rindu. Meski pun di hari kemarin aku tahu kau sudah membawa luka dalam yang
cukup mengejutkanku, tapi aku tak bisa menyangkalnya, aku rindu percakapan
kita. Aku rindu caramu memanggil namaku. Aku rindu kepanikanku saat kau lama
tak beri kabar. Aku rindu kecemburuanmu padahal kau hanya salah paham. Aku
rindu semuanya. Aku jujur aku rindu.
Aku
ingat kenapa dulu kita akhirnya berpisah. Aku yang mengakhiri. Tapi kupikir aku
sudah memilih jalan yang benar. Tak adil untukku jika kau terus bertemu dengan
mantanmu di belakangku. Kau berusaha menyembunyikannya kan? Kau pikir itu semua
berjalan mulus tanpa sepengetahuanku. Tapi kau tak pernah mengerti bahwa aku
tahu semuanya tentangmu, karena aku terlampau perhatian, terlalu cinta. Kau
pikir aku tak tahu ke mana kau pergi setelah pulang kuliah? Dengan siapa kau
pulang ke rumah? Bahkan password akun facebook mu yang kau ganti berulang kali.
Aku tahu. Dan chat history siapa yang kau hapus di inbox facebook mu?
Sebenarnya aku tahu.
Aku
masih sayang, masih merindukanmu. Kau mungkin berpikir bahwa aku mudah
melupakan kisah kita karena saat kau kirimkan kata-kata cinta tapi aku malah
menyangkalnya, mengatakan bahwa semuanya sudah tak berarti lagi. Tapi kau tak
pernah tahu ada tetes air mata dan dada yang sesak saat aku pura-pura tak
mengharapkan lagi cinta darimu. Seandainya kau bisa lebih peka, apa kau masih
merayu dan mengejar cintaku yang mulai ragu karena kebodohanmu?
Long
Distance Relationship. Mungkin karena itu, karena aku sudah terlalu lama tak
benar-benar ada di sampingmu. Sementara mantanmu, di saat yang sama, dia malah
mengajakmu keluar di sabtu sore. Maafkan aku karena aku lolos SNMPTN ke Kota
Malang. Maafkan aku karena aku melanjutkan kuliah ke luar kota. Maafkan aku
sebab karena itu aku jadi tak pernah bisa benar-benar hadir di hadapanmu.
Mungkin semuanya memang salahku. Tak apa, biar aku tetap menyayangimu meskipun
luka yang kau ciptakan begitu tepat menyakiti hati.
Tapi
satu. Kerelaanku mengakhiri kisah kita tak lain dan tak bukan hanyalah untuk
kebahagiaanmu. Aku melepasmu agar kau bisa tetap bersamanya dan tak perlu
membagi waktu untukku yang jauh di pulau berbeda. Apa aku salah? Aku ingin kau
tetap tertawa lepas. Lagipula teman-temanmu bilang kalau kau mengenalkan dia
sebagai kekasihmu sewaktu kita masih punya perbincangan mesra lewat telepon.
Kau bahkan sudah menyingkirkanku lebih lama sayang. Tapi yang kudapat malah
jauh berbeda. Yang kuharapkan setelah aku melepasmu adalah agar kau bisa
mewujudkan hubunganmu yang tertunda dengan perempuan itu. Tapi terlampau kecewa
saat aku mendapati status hubunganmu yang baru dengan perempuan yang berbeda
lagi. Sayang aku melepaskanmu agar kau dapati bahagia dengan siapa yang terus
kau temui di belakangku, kenapa malah orang baru yang menggantikanku?
Jangan
rela lepaskan cinta demi orang ketiga. Lirik lagu itu terus kuingat bahkan
kudengarkan sepanjang hari. Sampai hati kau mengingkari kepercayaanku. Kurasa
aku tak pernah ragu dengan siapa yang kuharapkan akan menjemputku ke bandara
kalau pulang di liburan semester, itu kamu.
Aku
selalu membangunkanmu di waktu pagi, mengingatkanmu sarapan, menelepon untuk
memastikan kesehatanmu. Aku selalu menyemangatimu saat kau menjalani test masuk
kepolisian. Membujukmu pulang ke rumah saat kau merajuk pada keluargamu.
Bela-belain minta tolong teman untuk mengantarkanku mengunjungi kost-kostanmu.
Mengingatkanmu makan dan istirahat yang banyak sewaktu sakit. Bangun jam 4 pagi
untuk menyiapkan nasi goreng yang tidak pedas sesuai kesukaanmu. Bolos
bimbingan agar bisa berpetualang bersamamu. Berkeliaran seharian untuk mencari
kado yang pas sebelum keberangkatanku ke Kota Malang. Katakan sayang apa dia
pernah melakukan hal lebih dari itu padamu?
Pernah memilihmu adalah sesuatu yang tak pernah aku
sesali, meski pun aku sadari sendiri bahwa aku telah tolol masih merindukan
orang yang telah menghianatiku. Lalu aku kembali bertanya, kenapa dulu kita
pernah saling suka? Kenapa dulu kita harus memutuskan untuk menjalin tali
cinta? Bukan menyesali. Tapi rasa-rasanya aku berpikir kalau lebih baik kita
tetap menyayangi sebagai sahabat saja. Biar aku tak kan pernah merasakan
kehilanganmu. Setelah perpisahan itu kita semakin menjauh. Tak pernah kudapati
kabar tentangmu. Dan tak mungkin aku yang menanyakan tentangmu juga. Yang
kutahu kau masih dengan orang baru itu, perempuan yang menggantikanku.
0 komentar:
Posting Komentar