Jika
kau melihatku sekarang dengan sebuah sepatu dan tas kuliah, kau yakin kan bahwa
aku sedang dalam perjalananku ke kampus? Kampusku, Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya tercinta. Aku selalu yakin denganku sendiri bahwa aku
akan menamatkan kuliahku ini dengan tempo 3 setengah tahun pas, tak akan lebih.
Aku sudah bilang begitu pada orangtuaku, mama, ayah, dan adik-adikku.
Kau
tahu? Janji adalah sebuah hal yang seharusnya ditepati. Janji bukan hanya
sekedar kata, sekedar kalimat, atau paragraf. Tapi lebih dari itu. Membuat
sebuah janji adalah hal yang begitu mudah. Tak butuh waktu lama. Yang sulit itu
adalah bagaimana kau harus menepatinya. Kau butuh pengorbanan, terkadang harus
berjuang keras, butuh kesabaran, dan kemauan yang kuat. Kau tak boleh lengah
sedikit pun. Harus tetap berpegang pada komitmen yang telah kau bangun di awal
perjanjian.
Seandainya
janji yang kubuat hari itu ditandatangani dan dibubuhi materai, jelas aku sudah
dapat dituntut jika tak memenuhinya. Itu yang kupelajari di mata kuliah Hukum
Bisnis Pajak dengan dosen pengampu Pak Pakpahan. Ini adalah janji kepada
keluarga, kepada orangtua. Haruskah ada materai dulu supaya bekerja keras untuk
memenuhi janji itu? Kurasa tidak perlu. Karena janji itu janji yang kubuat dari
kesadaran diriku sendiri. Untuk kebahagiaan mereka, untuk kebanggaan mereka
pada putri pertamanya, kakak tertuanya.
Aku
ingat pernah suatu kali ayahku mentransfer uang bulananku dalam keadaan hujan
deras. Aku bertanya kenapa harus memaksakan pergi kalau dalam situasi seperti
itu? Seharusnya tak perlu terburu-buru. Tebak mamaku bilang apa. Karena itulah
perjuangan orangtua kepada anaknya. Spontan aku bilang, “Tenang mama, suatu
saat akan kubesarkan rumah kita.” Itulah alasan kenapa “I am going to upgrade
my parents’s house” ada dalam daftar “My Dreams” yang kutempelkan di dinding
kamarku. Janji itu ada di urutan ke lima dari 15 janji yang ada.
Aku
tahu semua daftar impian itu adalah janji yang berat. Aku sadar itu semua bukan
impian yang main-main. Jelas butuh kerja keras untuk mewujudkannya. Tapi aku
tak pernah menyesal karena telah pernah membuat impian setinggi itu, tak pernah
sama sekali. Aku justru senang. Setiap kali aku melihat daftar impian itu dan
membacanya perlahan satu per satu, aku tersenyum dan melihat semuanya di dalam
benakku. Dan beberapa tahun ke depan, semua yang kulihat dalam benakku itu akan
jadi kenyataan. Amin J
0 komentar:
Posting Komentar